HADIS YANG BERHUBUNGAN TENTANG PEMBUKUAN PENCATATAN (TRANSAKSI)

5 komentar Posted by ,




TUGAS HADIS MUAMALAH

HADIS YANG BERHUBUNGAN TENTANG
“PEMBUKUAN PENCATATAN (TRANSAKSI)”

Kelompok XII :
1.    Nurhikmah. K                                  10800112060
2.    Andi Rasti Dwi Rahayu                 108001120
3.    Muh. Alfian                                     108001120


AKUNTANSI 3 DAN 4
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
2013 / 2014



KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb
            Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya jualah kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “PEMBUKUAN PERJANJIAN (TRANSAKSI)” tepat pada waktunya.

            Sebagai manusia biasa yang tidak pernah luput dari kesalahan, begitu juga halnya dengan kami. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, baik dari segi penulisan maupun isi. Kamipun menerima dengan lapang dada kritikan maupun saran yang sifatnya membangun dari pembaca agar kami dapat membenahi diri.
           
            Walaupun demikian, kami berharap dengan disusunya makalah ini dapat membantu dalam proses belajar maupun mengajar serta dapat bermanfaat bagi pembaca.

Terimakasih.

Wassalamu'alaikum Wr.Wb




Gowa, 23 Desember 2013


Penulis

DAFTAR ISI

Sampul ………………………………………………………………………………………….. i
Kata pengantar …………………………………………………………………………………. ii
Daftar isi ……………………………………………………………………………………….. iii

BAB I. PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah …………………………………………………………… 1
B.     Rumusan Masalah …………………………………………………………………. 1
C.     Tujuan Penulisan …………………………………………………………………... 2

BAB II. PEMBAHASAN MATERI
A.    Pengertian Pembukuan Perjanjian (Transaksi) ………………….………………… 3
B.     Dasar Hukum pembukuan Pencatatan (Transaksi) ….…………………………….. 5
C.     Hadis Tentang Pembukuan Pencatatan (Transaksi) ………………..……………... 12
D.    Akuntansi Syariah ………………………………………………………………… 15

BAB III. PENUTUP
A.    Kesimpulan ……………………………………………………………………….. 19
B.     Saran …………………………………………………………………………….... 20

Daftar Isi ……………………………………………………………………………………… iv


DAFTAR PUSTAKA

Hasan basri al-kufi, dkk, “pena qur’an. PT Pena Pundi aksara. Jakarta:2002

Shihab, Quraish. 2002. Tafsir Al-Mishbah Vol 2. Jakarta : Lentera Hati setup qur’an in word

Rasjid, Sulaiman. 1994. Fiqh Islam. Bandung : Sinar  Baru Algensindo

Suwikno, Dwi. 2010. Ayat-ayat Ekonomi Islam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

http://www.Wikipedia bahasa Indonesia ensiklopedia bebas.html

http://www.blogger-The Chosen Star.com

Rahman, Abdul I. Doi. 2002. Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (Syariah). Jakarta : PT Raja Grafiindo Persada


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Sejumlah petunjuk Al-Qur’an dan Hadis Nabi SAW yang mendorong umat islam untuk terlibat aktif dalam perdagangan dan komersial pada tingkat yang luas dan halal. Sebagian besar perintah ini terutama menjelaskan tentang perdagangan sebagai Fadhl Allah, karunia dan rahmat Allah. Agar sukses dalam perdagangan, ummat islam dituntut untuk melakukan perjalanan dan perlawatan yang jauh.
Perintah menulis utang piutang dipahami oleh banyak ulama sebagai  anjuran, bukan kewajiban. Memang sungguh sulit perintah itu diterapkan oleh kaum muslimin ketika turun Q.S Al-Baqarah ayat 282 jika perintah utang-piutang bersifat wajib karena kepandaian tulis menulis pada masa itu sangatlah langka. Akan tetapi pencatan transaksi sudah ada sejak zaman Rasulullah SAW, seperti disebutkan dalam Q.S Al-Baqarah ayat 282. Pencatatan sangat diperlukan dalam sistem jual beli secara kredit (Hutang Piutang). Dengan ini dapat disimpulkan bahwa telah adanya perintah melakukan sistem pencatatan yang tekanan utamanya adalah untuk tujuan kebenaran, kepastian, keterbukaan, dan keadilan antara kedua pihak yang memiliki hubungan muamalah
Al-Qur’an dan Hadis mendorong manusia untuk membangun tatanan ekonomi yang menjalankan keadilan, menghentikan eksploitasi dan membangun masyarakat yang sejahterah serta berkecukupan. Singkatnya negara islam yang benar-benar sejahterah.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud dengan pembukuan perjanjian (transaksi) ?
2.      Sebutkan dasar hukum yang mengatur tentang pembukuan perjanjian (Transaksi) !
3.      Sebutkan Hadis yang berkaitan dengan pembukuan pencatatan (Transaksi) !
4.      Apa itu Akuntansi Syariah ?

C.     Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui pengertian dari pembukuan perjanjian
2.      Untuk mengetahui dasar atau landasan hukum yang mengatur tentang pembukuan didalam Al-Qur’an
3.      Menyebutkan dan mencari beberapa hadis yang berkaitan dengan pembukuan pencatatan
4.      Untuk mengetahui bagaimana gambaran dari Akuntansi syariah


























BAB II
PEMBAHASAN MATERI

A.    Pengertian Pembukuan Perjanjian (Transaksi)
Pembukuan adalah pencatatan transaksi keuangan. Pembukuan biasanya dilakukan oleh seorang ahli pembukuan. Pembukuan berbeda dengan akuntansi. Proses akuntansi biasanya dilakukan oleh seorang akuntan. Akuntan membuat laporan dari transaksi keuangan tercatat yang ditulis oleh ahli pembukuan. Terdapat beberapa metode umum pembukuan, semisal sistem pembukuan masukan-tunggal dan pembukuan berpasangan, kedua-dua sistem ini dapat dilihat sebagai pembukuan "nyata". Setiap proses yang melibatkan pencatatan transaksi keuangan adalah proses pembukuan.
Kata arab untuk kontrak atau perjanjian adalah al-’aqad yang secara Harfiah adalah ikatan atau kewajiban. Yang dimaksudkan oleh kata ini adalah “mengadakan ikatan untuk persetujuan”. Pada saat dua kelompok mengadakan perjanjian, disebut al-‘aqad yakni ikatan untuk memberi dan menerima bersama-sama dalam satu waktu. Kewajiban yang timbul akibat perjanjian itu disebut al-uqud. Kita bertanya melalui petunjuk Al-Qur’an untuk memnuhi semua kewajiban kita. “Wahai orang-orang beriman penuhilah perjanjia-perjanjian.” [1]
Pengertian transaksi menurut beberapa ahli, yaitu :
1.      Menurut Sunarto Zulkifli (2003:10)
Dalam bukunya yang berjudul “Dasar-dasar Akuntansi Perbankan Syariah” menyatakan bahwa : “Secara umum transaksi dapat diartikan sebagai kejadian ekonomi/ keuangan yang melibatkan paling tidak 2 pihak (seseorang dengan seseorang atau beberapa orang lainnya) yang saling melakukan pertukaran, melibatkan diri dalam perserikatan usaha, pinjam meminjam atas dasar sama-sama suka ataupun atas dasar suatu ketetapan hukum atau syariah yang berlaku.
[1] Al-Maidah (5): 1
Dalam sistem ekonomi yang paradigma Islami, transaksi harus dilandasi oleh aturan hukum-hukum Islam (syariah) karena transaksi adalah manifestasi amal manusia yang bernilai ibadah dihadapan Allah, yang dapat dikategoriakn menjadi 2 yaitu transaksi halal dan haram.”
2.      Menurut Skousen (2007:71)
Dalam bukunya yang berjudul ”Pengantar Akuntansi Keuangan” menyatakan bahwa : “Pertukaran barang dan jasa antara (baik individu, perusahaan-perusahaan dan organisasi lain) kejadian lain yang mempunyai pengaruh ekonomi atas bisnis.“
3.      Menurut Indra Bastian (2007:27)
Transaksi adalah pertemuan antara dua belah pihak ( penjual dan Pembeli) yang saling menguntungkan dengan adanya data/bukti/dokumen pendukung yang dimasukkan kedalam jurnal setelah melalui pencatatan.
4.      Menurut Slamet Wiyono (2005:12)
Transaksi adalah suatu kejadian ekonomi atau keuangan yang melibatkan paling tidak dua pihak( seseorang dengan seseorang atau beberapa orang lainnya) yang saling melakukan pertukaran, melibatkan diri dalam perserikatan usaha pinjam meminjam dan lain-lain atas dasar suka sama suka ataupun atas dasar suatu ketetapan hokum/syariat yang berlaku.
5.      Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) 
Persetujuan jual beli dalam perdagangan antara pihak pembeli dan penjual.



B.     Dasar Hukum pembukuan Pencatatan (Transaksi)
1.      Q.S. AL-BAQARAH : 282


Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu`amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki diantaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu, (Tulislah mu`amalahmu itu), kecuali jika mu`amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”.

a)      Kandungan Ayat :
Ø  Bila uang atau sesuatu dipinjamkan dalam waktu tertentu, maka harus ditulis dalam dokumen tertulis
Ø  Seorang penulis (sekretaris) yang ditugaskan untuk menuliskan utang piutang, tidak boleh menolak karena Allah telah menganugerahkan kepadanya kemampuan menulis. Dia harus menulis dengan tepat sesuai dengan yang didiktekan
Ø  Orang yang mengangkat sumpah harus menulis
Ø  Bila orang itu dalam kondisi lemah akalnya atau lemsh kondidsinya dan tidak mampu menulis dengan baik atau karena masih kecil atau orang asing yang tidak mengetahui bahasa setempat, maka walinya ang harusmeneruskan dengan jujur
Ø  Dua orang saksi laki-laki harus melakukan kesaksiannya. Dua orang saksi ini hendaknya orang dewasa dan sehat akalnya, orang yang merdeka dan harus Hrus memilki akhlak ang baik. Bila terjadi perselisihan maka harus diputuskan berdasarkan kesaksian saksi-saksi tadi, bukan berdasarkan kekuatan dokumen tertulis, karena dokumen tertulis hanya bersifat sekunder atau sekedar pendukung saja
Ø  Apabila dua orang sksi laki-laki tidak ada, maka diperlukan satu orang saksi laki-aki dan dua orang saksi perempuan. Apbila kita membandingkan hal ini dengan aturan-aturan Yahudi yang tidak mengakui kesaksian oang perempuan, ternyata berbeda dengan pandangan islam ang praktis tentang pengambilan saksi-saksi. [2]
Ø  Semua pihak harus bertaqwa kepada Allah dan melaksanakannya dengan jujur
Prof. Dr. Hamka dalam tafsir Al-Azhar juz 3 tentang Surat Al-Baqarah ayat 282 ini mengemukakan beberapa hal yang relevan  dengan akuntansi sebagai berikut:Perhatikanlah tujuan ayat! Yaitu kepada sekalian orang yang beriman kepada Allah supaya utang piutang ditulis, itulah dia yang berbuat sesuatu pekerjaan karena Allah, karena perintah Allah dilaksanakan. Sebab itu tidaklah layak karena berbaik hati kepada kedua belah pihak lalu berkata tidak perlu dituliskan karena kita sudah percaya mempercayai. Padahal umur kedua belah pihak sama-sama ditangan Allah. Sianu mati dalam berutang, tempat beruatang  menagih pada warisnya yang tinggal. Siwaris bisa mengingkari utang itu karena tidak ada surat perjanjian”.
Beliau mengungkapkan secara jelas betapa wajibnya memelihara tulisan. Dan perintah inilah yang selalu diabaikan umat islam sekarang ini.
[2] Cohen’s Everyman’s Talmud (Dent. London, hal. 326. “Saksi itu harus orang lelaki, bukan orang perempuan atau anak kecil.” Lihat pula Jewish Enciclopedia (Frank and wagnallet, New York0, vol. V, hal. 177.
Bahkan yang lebih parah sudah sampai situasi  seolah-olah menulis transaksi seperti ini menunjukan kekurangan percayaan satu sama lain pada hal ini merupakan perintah Allah SWT kepada umatnya yang tentu harus dipatuhi.
b)     Tafsir ayat
Perintah menulis utang piutang dipahami oleh banyak ulama sebagai  anjuran, bukan kewajiban. Memang sungguh sulit perintah itu diterapkan oleh kaum muslimin ketika turun ayat ini jika perintah utang-piutang bersifat wajib karena kepandaian tulis menulis pada masa itu sangatlah langka.
Perintah tulis menulis mencakup  perintah kepada kedua orang  yang bertransaksi, dalam arti salah seorang menulis dan apa yang dituliskan di serahkan kepada mitranya jika mitra pandai tulis baca, dan bila tidak panda, atau keduanya tidak pandai maka hendaklah mencari orang ketiga.
Dan Allah menegaskan : dan hendaklah seorang penulis berlaku adil diantara kamu menulis dengan adil, yakni yang benar, tidak menyalahi ketentuan allah dan perundangan yang berlaku dalam masyarakat. Tidak merugiakan salah satu pihak yang bermuamalah, sebgaimana dipahami dari kata adil diantara kamu. Dengan demikian, dibutuhkan tiga criteria bagi penulis, yaitu kemampuan menulis, pengetahuan, tentang aturan serta tatacara menulis, dan kejujuran.[3]

c)      Prinsip dasar dalam pembukuan (pencatatan)
Adapun prinsip dasar yang terkandung dalam Q.S. Al-Baqarah, yakni :
Ø  Prinsip pertanggung jawaban
Prinsip pertanggung jawaban (accountability) merupakan konsep yang tidak asing lagi dikalangan masyarakat muslim. Pertanggung jawaban selalu berkaitan dengan konsep amanah. Bagi kaum muslim, persoalan amanah merupakan hasil transaksi manusia dengan sang khaliq mulai dari alam kandungan . manusia diciptakan oleh Allah sebagai khalifah dimuka bumi. Manusia dibebani amanah oleh Allah untuk menjalankan fungsi-fungsi kekhalifahannya. Inti kekhalifahan adalah menjalankan atau menunaikan amanah.
[3] M. Quraish Shihab. 2002. Tafsir Al-Mishbah Vol 2. Tangerang : Lentera Hati halaman 604
Yang intinya banyak ayat al-Quran yang menjelaskan tentang proses pertanggung jawaban manusia sebagai pelaku amanah Allah dimuka bumi. Dan jika diimplikasikan dalam bisnis dan akuntansi adalah bahwa individu yang terlibat dalam praktik bisnis harus selalu melakukan pertanggung jawaban apa yang telah diamanatkan dan diperbuat kepada pihak-pihak terkait. Wujud pertanggung jawabannya bisaanya dalam bentuk pelaporan akuntansi.

Ø  Prinsip keadilan
Jika ditafsirkan lebih lanjut ayat 282 surat al-Baqarah mengandung prinsip keadilan dalam melakukan transaksi. Prinsip keadilan ini tidak saja merupakan nilai yang sangat penting dalam etika kehidupan sosial dan bisnis, tetapi juga merupakan nilai yang secara inheren melekat dalam fitrah manusia. Hal ini berarti bahwa manusia itu pada dasarnya memiliki kapasitas dan energy untuk berbuat adil dalam setiap aspek kehidupannya.
Dalam konteks akuntansi, menegaskan kata adil secara sederhana dapat berarti bahwa setiap transaksi yang dilakukan oleh perusahaan dicatat dengan benar. Misalnya, bila nilai transaksi adalah sebesar Rp 100 juta , maka akuntansi (perusahaan) akan mencatatnya dengan jumlah yang sama.
Dengan demikian, kata keadilan dalam konteks aplikasi akuntansi mengandung dua pengertian , yaitu : pertama, adalah berkaitan dengan praktik moral, yaitu kejujuran, yang merupakan factor yang sangat dominan. Dimana tanpa kejujuran ini informasi yang disajikan akan menyesatkan dan sangat merugikan masyarakat. Kedua, kata adil bersifat lebih fundamental (dan tetap berpijak pada nilai-nilai etika atau syariah dan moral), pengertian kedua inilah yang lebih merupakan sebagai pendorong untuk melakukan upaya-upaya dekonstruksi terhadap bangun akuntansi modern menuju pada bangun akuntansi (alternatif) yang lebih baik.

Ø  Prinsip kebenaran
Prinsip kebenaran ini sebenarnya tidak dapat dilepaskan dengan prinsip keadilan. Sebagai contoh misalnya , dalam akuntansi kita akan selalu dihadapkan pada masalah pengakuan, pengukuran dan pelaporan. Aktifitas ini akan dapat dilakukan dengan baik apabila dilandaskan pada nilai kebenaran. Kebenaran ini akan dapat menciptakan keadilan dalam mengakui , mengukur, dan melaporkan transaksi-transaksi ekonomi.[4]



2.      Q.S. An-Nisa : 135






[4] Dr. Muhammad, M.Ag, Manajemen Bank Syariah,UPP STIM YKPN (Yogyakarta: 2011) hlm.329-330
Artinya :“wahai orang-orang yang beriman jadilah kamu benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu.jika ia kaya ataupun miskin. Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan”

a)      Kandungan Ayat
Seorang pencatat harus memiliki karakter yang baik , jujur, adil dan dapat dipercaya. Dan tidak boleh membedakan yang satu dengan yang lain sehingga tidak terjadi keadilan antara keduanya. Jujur menuliskan apa yang dia seharusnya tulis. Dan harus dapat menjaga amanah yang diberikan.

b)     Penafsiran Ayat
wahai orang-orang yang beriman jadilah kamu benar-benar penegak keadilan yang sebenar-benarnya, menjadi saksi karena Allah, yakni selalu merasakan kehadiran Ilahi memperhitungkan segala langksh kamu dan menjadikannya demi karena Allah biarpun keadilan yang kaumu tegakkan itu terhadap diri-sendiri  atau terhadap ibu bapak  dan kaum kerabatmu, misalnya terhadap anak, atau saudara dan paman kamu sendiri jika ia, yakni pribadi yang di saksikan kaya yang oleh jadi kamu harapkan bantuannya atau dia disegani dan diakui atau pun miskin yang bisaanya dikasihi, sehingga menjadikan kamu bertindak tidak adil guna memberikan manfaat atau menolak mudharat yang dapat jatuh atas mereka maka jangan sekali-kali jadikan kondisi itu alasan untuk tidak menegakkan keadilan karena Allah lebih utama dan lebih tabu kemaslakhatan mereka sehingga tegakkan keadilan demi karena Allah.[5]





[5] M. Quraish Shihab. 2002. Tafsir Al-Mishbah Vol 2. Tangerang : Lentera Hati halaman 616
C.     Hadis Tentang Pembukuan Pencatatan (Transaksi)
1.      IBNUMAJAH - 2356
حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ الْجُبَيْرِيُّ وَجَمِيلُ بْنُ الْحَسَنِ الْعَتَكِيُّ قَالَا حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مَرْوَانَ الْعِجْلِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ أَبِي نَضْرَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ
تَلَا هَذِهِ الْآيَةَ
{ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى حَتَّى بَلَغَ فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا }
فَقَالَ هَذِهِ نَسَخَتْ مَا قَبْلَهَا
(IBNUMAJAH - 2356) : Telah menceritakan kepada kami Ubaidullah bin Yusuf Al Jubairi dan Jamil bin Al Hasan Al Atiki keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Marwan Al Ijli berkata, telah menceritakan kepada kami Abdul Malik bin An Nadlrah dari Bapaknya dari Abu Sa'id Al Khudri ia berkata ketika dia membaca ayat ini: ' Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian berhutang piutang untuk waktu tertentu, hendaklah kalian menuliskannya, hingga ayat: ' Akan tetapi jika sebagian kalian percaya kepada sebagian yang lain', ia mengatakan, "Ayat ini menghapus ayat yang sebelumnya."
2.      DARIMI - 2467
أَخْبَرَنَا أَبُو عَاصِمٍ عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي يَزِيدَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ أَخْبَرَنِي أُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّمَا الرِّبَا فِي الدَّيْنِ قَالَ عَبْد اللَّهِ مَعْنَاهُ دِرْهَمٌ بِدِرْهَمَيْنِ

(DARIMI - 2467) : Telah mengabarkan kepada kami Abu 'Ashim dari Ibnu Juraij dari 'Ubaidullah bin Abu Yazid dari Ibnu Abbas, ia berkata; telah mengabarkan kepadaku Usamah bin Zaid bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya riba bisa terjadi dalam hutang piutang." Abdullah berkata; "Maksudnya adalah satu dirham dengan dua dirham."

3.      Hadis tentang penghitungan
Rasulullah bersabda”Hitunglah diri kalian sebelum kalian dihitung (hisab) timbanglah diri kalian sebelum kalian ditimbang. Adalah lebih ringan kalian menghitung diri kalian sebelum besok dihitung”.
Hadis diatas mendorong manusia untuk melakukan penghitungan yang sebenar-benarnya, dan memperbaiki apa yang telah mereka hitung sebelum dipertanggung jawabkan di akhirat kelak. Pada hal ini kejujuran sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil yang sebenar-benarnya dalam penghitungan tersebut. Semua perbuatan hari ini akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Maka perbuatan seorang akuntan harus melakukan penghitungan yang sebenar-benarnya karena masih akan dipertanggungjawabkan kelak.

4.      Hadis tentang Kejujuran
حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَعُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَإِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ قَالَ إِسْحَقُ أَخْبَرَنَا و قَالَ الْآخَرَانِ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ أَبِي وَائِلٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَصْدُقُ حَتَّى يُكْتَبَ صِدِّيقًا وَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ حَتَّى يُكْتَبَ كَذَّابًا
(MUSLIM - 4719) : Telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Harb dan 'Utsman bin Abu Syaibah serta Ishaq bin Ibrahim. Ishaq berkata; Telah mengabarkan kepada kami Sedangkan yang lainnya berkata; Telah menceritakan kepada kami Jarir dari Manshur dari Abu Wail dari 'Abdullah dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya kejujuran itu akan membimbing pada kebaikan. Dan kebaikan itu akan membimbing ke surga. Seseorang yang senantiasa berlaku jujur maka ia akan dicatat sebagai orang yang jujur. Dan sesungguhnya dusta itu akan mengantarkan pada kejahatan. Dan sesungguhnya kejahatan itu akan menggiring ke neraka. Seseorang yang memelihara kedustaan, maka ia akan dicatat sebagai pendusta."
Dalam hadits ini mengandung isyarat bahwa siapa yang berusaha untuk jujur dalam perkataan maka akan menjadi karakternya dan barangsiapa sengaja berdusta  dan berusaha untuk dusta maka dusta menjadi karakterya. Dengan latihan dan upaya untuk memperoleh, akan berlanjut sifat-sifat baik dan buruk. Hadits diatas menunjukkan agungnya perkara kejujuran dimana ujung-ujungnya akan membawa orang yang jujur ke jannah serta menunjukan akan besarnya keburukan dusta dimana ujung-ujungnya membawa orang yang dusta ke neraka.
Kejujuran termasuk akhlak terpuji yang dianjurkan oleh Islam, Diantara petunjuk Islam hendaknya perkataan orang sesuai dengan isi hatinya, Jujur merupakan sebaik-baik sarana keselamatan di dunia dan akhirat, Seorang mukmin yang bersifat jujur dicintai di sisi Allah Ta’ala dan di sisi manusia., Membimbing rekan lain bahwa jujur itu jalan keselamatan di dunia dan akhirat.

5.      Hadis tentang ketelitian
Rasulullah saw: Perlahan-lahan itu dari Allah dan tergesa-gesa itu dari setan. . (Al Mahâsin)
Hadis diatas menjelaskan perlahan-lahan memiliki arti bersabar dan penuh ketelitian dalam menjalankan sesuatu adalah bimbingan Allah. Dan tergesa-gesa itu diartikan sebagai pengaruh nafsu setan
Seorang akuntan diharapkan mempunyai sifat seperti diatas yaitu bersabar dan  penuh ketelitian dalam mengerjakan tugasnya dalam hal penghitungan keuangan.


D.    Akuntansi Syariah
1.      Pengertian Akuntanfsi Syariah
Definisi dari akuntansi adalah identifikasi transaksi yang kemudian diikuti dengan kegiatan pencatatan, penggolongan, serta pengikhtisaran transaksi tersebut sehingga menghasilkan laporan keuangan yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan. [6]
Definisi syariah adalah aturan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT untuk dipatuhi oleh manusia dalam menjalani segala aktivitas hidupnya di dunia. Jadi akuntansi syariah dapat diartikan  sebagai proses akuntansi atas transaksi-transaksi yang sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.
Dan pengertian akuntansi syariah adalah proses akuntansi atas transaksi yang sesuai dengan aturan yang telah diterapkan Allah SWT.
Akuntansi syariah diperlukan untuk mendukung kegiatan yang harus dilakukan sesuai syariah, karena tidak mungkin dapat menerapkan akuntansi yang sesuai dengan syariah jika transaksi yang akan dicatat oleh proses akuntansi tersebut tidak sesuai dengan syariah.


[6] Sri Nurhayati, 2011. “Akuntansi Syariah di Indonesia”, Jakarta: Salemba Empat,. Jld 1.hlm
Untuk lebih mudah memahami akuntansi syariah,dibutuhkan pemahaman yang benar mengenai islam berikut subtansi kehidupan manusia di dunia  menurut islam serta ruanglingkup atau dasar-dasar islam, yaitu: akidah, syariah, dan akhlak. [7]
Dasar hukum dalam Akuntansi Syariah bersumber dari Al Quran, Sunah Nabawiyyah, Ijma (kesepakatan para ulama), Qiyas (persamaan suatu peristiwa tertentu), dan ‘Uruf (adat kebiasaan) yang tidak bertentangan dengan Syariah Islam. Kaidah-kaidah Akuntansi dalam Islam, memiliki karakteristik khusus yang membedakan dari kaidah Akuntansi Konvensional. Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah sesuai dengan norma-norma masyarakat islami, dan termasuk disiplin ilmu sosial yang berfungsi sebagai pelayan masyarakat pada tempat penerapan Akuntansi tersebut. [8]
1.      Dasar Hukum Akuntansi Syariah yang Berdasarkan Ayat Al-Quran
Eksistensi akuntansi dalam islam kaitannya dengan prinsip bermuamalah temasuk didalamnya yang berkaitan dengan jual beli, utang piutang, dan sewa menyewa. Dengan ini dapat disimpulkan bahwa telah adanya perintah melakukan sistem pencatatan yang tekanan utamanya adalah untuk tujuan kebenaran, kepastian, keterbukaan, dan keadilan antara kedua pihak yang memiliki hubungan muamalah.


 [7] Husein Syahatah, , 2001,pokok-pokok pikiran Akuntansi Islam, Cet 1,Jakarta : Media Eka Sarana hlm 20-29
[8] Husein Syahatah, , 2001,pokok-pokok pikiran Akuntansi Islam, Cet 1,Jakarta : Media Eka Sarana hlm 20-29
Dalam bahasa akuntansi lebih dikenal dengan accountability. [9]

2.      Undang- Undang tentang Akuntansi syariah
Undang-Undang akuntansi menurut konsep Islam ialah suatu kerangka umum yang terdiri atas sekumpulan perangkat atau unsur- unusr yang saling berkait dan saling berinteraksi, yang didasarkan pada kumpulan kaidah-kaidah yang telah diistinbathkan dari sumber-sumber fiqh islam.
Undang-undang akuntansi pada masa awal negara Islam terbagi pada tiga kelompok berikut:
Ø  Kumpulan undang-undang untuk unit-unit ekonomi, seperti undang-undang akuntansi perdagangan perorangan dan undang-undang akuntansi untuk serikat-serikat islam dan perusahan-perushaan sejenis
Ø  Kumpulan undang-undang pada lembaga-lembaga sosial,, seperti undang- undang akuntansi wakaf, undang-undang akuntansi istana negara, undang- undang akuntansi organisasi sosial, undang – undang akuntansi warisan, undang-undang akuntansi tempat-tempat ibadah,lain-lain.
Ø  Kumpulan undang-undang untuk unit-unit pemerintah, seperti undang-undang akuntansi zakat, pajak dan upeti, baitulmal, dan kantor militer.
Undang- Undang perbankan syraiah di Indonesia yaitu UU No 7 tahun 1992 tentang perbankan dan dijabarkan dalam PP No 72 tahun 1992,

[9] Husein Syahatah, , 2001, pokok-pokok pikiran Akuntansi Islam, hlm 11
pemerintah telah memberikan kesempatan untuk pelaksanaan bank syariah. Pada Tahun 1998 dikeluarkan UU no 10 tahun 1998 yang memberikan landasan hukum lebih kuat untuk perbankan syariah. Melalui No 23 tahun 1999 pemerintah memberikan kewenangan kepada Bank Indonesia untuk menjalankan tugasnya berdasarkan prinsip syariah. [10]
Pertengahan bulan juni 2008 DPR RI baru saja mengesahkan dua undang-undang penting yaitu: UU surat berharga syariah Nasional (SBSN) Tahun 2008 dan UU perbankan syariah tahun 2008. Dengan dua undang-undang ini Indonesia dapat mengambil peran dalam perkembangan ekonomi dan keuangan syariah sekaligus menjadi pusat ekonomi dan keuangan syariah Internasional (Internacional Economic and Finace Hub) yang penting di Asia. [11]












 [10]Sri Nurhayati, 2011. “Akuntansi Syariah di Indonesia”, Jakarta: Salemba Empat,. jld.hlm 3
[11] Sri Nurhayati, 2011. “Akuntansi Syariah di Indonesia”, .hlm 6
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Perintah menulis utang piutang dipahami oleh banyak ulama sebagai  anjuran, bukan kewajiban. Memang sungguh sulit perintah itu diterapkan oleh kaum muslimin ketika turun Q.S Al-Baqarah ayat 282 jika perintah utang-piutang bersifat wajib karena kepandaian tulis menulis pada masa itu sangatlah langka. Akan tetapi pencatan transaksi sudah ada sejak zaman Rasulullah SAW, seperti disebutkan dalam Q.S Al-Baqarah ayat 282. Pencatatan sangat diperlukan dalam sistem jual beli secara kredit (Hutang Piutang). Dengan ini dapat disimpulkan bahwa telah adanya perintah melakukan sistem pencatatan yang tekanan utamanya adalah untuk tujuan kebenaran, kepastian, keterbukaan, dan keadilan antara kedua pihak yang memiliki hubungan muamalah.
Pembukuan adalah pencatatan transaksi keuangan. Pembukuan biasanya dilakukan oleh seorang ahli pembukuan. Pembukuan berbeda dengan akuntansi. Proses akuntansi biasanya dilakukan oleh seorang akuntan. Akuntan membuat laporan dari transaksi keuangan tercatat yang ditulis oleh ahli pembukuan. Terdapat beberapa metode umum pembukuan, semisal sistem pembukuan masukan-tunggal dan pembukuan berpasangan, kedua-dua sistem ini dapat dilihat sebagai pembukuan "nyata". Setiap proses yang melibatkan pencatatan transaksi keuangan adalah proses pembukuan.
Kata arab untuk kontrak atau perjanjian adalah al-’aqad yang secara Harfiah adalah ikatan atau kewajiban. Yang dimaksudkan oleh kata ini adalah “mengadakan ikatan untuk persetujuan”. Pada saat dua kelompok mengadakan perjanjian, disebut al-‘aqad yakni ikatan untuk memberi dan menerima bersama-sama dalam satu waktu. Kewajiban yang timbul akibat perjanjian itu disebut al-uqud. Kita bertanya melalui petunjuk Al-Qur’an untuk memnuhi semua kewajiban kita. “Wahai orang-orang beriman penuhilah perjanjia-perjanjian.”



B.     Saran
Demikianlah isi dari makalah kami, yang menurut kami  telah kami susun secara sistematis agar pembaca mudah untuk memahaminya. Bagi pembaca, kami sangat berharap adanya kritik dan saran yang sifatnya membangun agar kami dapat memperbaiki makalah kami yang berikutnya.

 
SILAHKAN DIBACA TAPI TOLONG TINGGALKAN JEJAK ANDA!!!
COMENT PLISS, GOMAWO ^^







Related Post :

5 Comments for "HADIS YANG BERHUBUNGAN TENTANG PEMBUKUAN PENCATATAN (TRANSAKSI)"

avatar

Makalah yang bagus, semoga bermanfaat untuk menambah informasi. izin copas ya. Syukron...

avatar

Aamiin, silahkan. Afwan.

avatar

menambah wawasan saya..

avatar

Makalahnya bagus. Izin kami gunakan sebagai pengayaan materi dalam kajian kami. Syukron, jazakallah khair

Diberdayakan oleh Blogger.

BTemplates.com