TUGAS HADIS MUAMALAH
HADIS
YANG BERHUBUNGAN TENTANG
“PEMBUKUAN PENCATATAN (TRANSAKSI)”
Kelompok
XII :
1. Nurhikmah.
K 10800112060
2. Andi
Rasti Dwi Rahayu 108001120
3. Muh.
Alfian 108001120
AKUNTANSI
3 DAN 4
UIN
ALAUDDIN MAKASSAR
FAKULTAS
EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
2013
/ 2014
KATA
PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya
jualah kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “PEMBUKUAN PERJANJIAN
(TRANSAKSI)” tepat pada waktunya.
Sebagai
manusia biasa yang tidak pernah luput dari kesalahan, begitu juga halnya dengan
kami. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah
ini, baik dari segi penulisan maupun isi. Kamipun menerima dengan lapang dada
kritikan maupun saran yang sifatnya membangun dari pembaca agar kami dapat
membenahi diri.
Walaupun
demikian, kami berharap dengan disusunya makalah ini dapat membantu dalam
proses belajar maupun mengajar serta dapat bermanfaat bagi pembaca.
Terimakasih.
Wassalamu'alaikum Wr.Wb
Gowa,
23 Desember 2013
Penulis
DAFTAR
ISI
Sampul
………………………………………………………………………………………….. i
Kata
pengantar …………………………………………………………………………………. ii
Daftar
isi ……………………………………………………………………………………….. iii
BAB
I. PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah …………………………………………………………… 1
B. Rumusan
Masalah …………………………………………………………………. 1
C. Tujuan
Penulisan …………………………………………………………………... 2
BAB
II. PEMBAHASAN MATERI
A.
Pengertian
Pembukuan Perjanjian (Transaksi) ………………….………………… 3
B. Dasar Hukum pembukuan Pencatatan (Transaksi) ….……………………………..
5
C. Hadis Tentang Pembukuan Pencatatan
(Transaksi) ………………..……………... 12
D. Akuntansi Syariah …………………………………………………………………
15
BAB
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
……………………………………………………………………….. 19
B. Saran
…………………………………………………………………………….... 20
Daftar
Isi ……………………………………………………………………………………… iv
DAFTAR
PUSTAKA
Hasan basri al-kufi, dkk, “pena qur’an. PT Pena Pundi
aksara. Jakarta:2002
Shihab, Quraish. 2002. Tafsir Al-Mishbah Vol 2.
Jakarta : Lentera Hati setup qur’an in word
Rasjid, Sulaiman. 1994. Fiqh Islam. Bandung :
Sinar Baru Algensindo
Suwikno, Dwi.
2010. Ayat-ayat Ekonomi Islam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
http://www.Wikipedia bahasa Indonesia ensiklopedia bebas.html
http://www.blogger-The Chosen Star.com
Rahman,
Abdul I. Doi. 2002. Penjelasan Lengkap
Hukum-Hukum Allah (Syariah). Jakarta : PT Raja Grafiindo Persada
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Sejumlah petunjuk
Al-Qur’an dan Hadis Nabi SAW yang mendorong umat islam untuk terlibat aktif
dalam perdagangan dan komersial pada tingkat yang luas dan halal. Sebagian
besar perintah ini terutama menjelaskan tentang perdagangan sebagai Fadhl Allah, karunia dan rahmat Allah.
Agar sukses dalam perdagangan, ummat islam dituntut untuk melakukan perjalanan
dan perlawatan yang jauh.
Perintah menulis utang piutang
dipahami oleh banyak ulama sebagai anjuran, bukan kewajiban. Memang
sungguh sulit perintah itu diterapkan oleh kaum muslimin ketika turun Q.S Al-Baqarah ayat 282 jika perintah
utang-piutang bersifat wajib karena kepandaian tulis menulis pada masa itu
sangatlah langka. Akan tetapi pencatan transaksi
sudah ada sejak zaman Rasulullah SAW, seperti disebutkan dalam Q.S Al-Baqarah
ayat 282. Pencatatan sangat diperlukan dalam sistem jual beli secara kredit
(Hutang Piutang). Dengan ini dapat disimpulkan bahwa telah adanya
perintah melakukan sistem pencatatan yang tekanan utamanya adalah
untuk tujuan kebenaran, kepastian, keterbukaan, dan keadilan antara kedua pihak
yang memiliki hubungan muamalah
Al-Qur’an dan
Hadis mendorong manusia untuk membangun tatanan ekonomi yang menjalankan
keadilan, menghentikan eksploitasi dan membangun masyarakat yang sejahterah
serta berkecukupan. Singkatnya negara islam yang benar-benar sejahterah.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apakah
yang dimaksud dengan pembukuan perjanjian (transaksi) ?
2.
Sebutkan
dasar hukum yang mengatur tentang pembukuan perjanjian (Transaksi) !
3.
Sebutkan
Hadis yang berkaitan dengan pembukuan pencatatan (Transaksi) !
4.
Apa
itu Akuntansi Syariah ?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Untuk
mengetahui pengertian dari pembukuan perjanjian
2.
Untuk
mengetahui dasar atau landasan hukum yang mengatur tentang pembukuan didalam
Al-Qur’an
3.
Menyebutkan
dan mencari beberapa hadis yang berkaitan dengan pembukuan pencatatan
4.
Untuk
mengetahui bagaimana gambaran dari Akuntansi syariah
BAB II
PEMBAHASAN MATERI
A.
Pengertian
Pembukuan Perjanjian (Transaksi)
Pembukuan
adalah pencatatan transaksi keuangan. Pembukuan biasanya dilakukan oleh seorang
ahli pembukuan. Pembukuan berbeda dengan akuntansi.
Proses akuntansi biasanya dilakukan oleh seorang akuntan.
Akuntan membuat laporan dari transaksi keuangan tercatat yang ditulis oleh ahli
pembukuan. Terdapat beberapa metode umum pembukuan, semisal sistem
pembukuan masukan-tunggal dan pembukuan berpasangan,
kedua-dua sistem ini dapat dilihat sebagai pembukuan "nyata". Setiap
proses yang melibatkan pencatatan transaksi keuangan adalah proses pembukuan.
Kata arab untuk
kontrak atau perjanjian adalah al-’aqad yang
secara Harfiah adalah ikatan atau kewajiban. Yang dimaksudkan oleh kata ini
adalah “mengadakan ikatan untuk persetujuan”. Pada saat dua kelompok mengadakan
perjanjian, disebut al-‘aqad yakni
ikatan untuk memberi dan menerima bersama-sama dalam satu waktu. Kewajiban yang
timbul akibat perjanjian itu disebut al-uqud.
Kita bertanya melalui petunjuk Al-Qur’an untuk memnuhi semua kewajiban kita. “Wahai orang-orang beriman penuhilah
perjanjia-perjanjian.” [1]
Pengertian transaksi menurut beberapa ahli, yaitu :
1.
Menurut
Sunarto Zulkifli (2003:10)
Dalam
bukunya yang berjudul “Dasar-dasar Akuntansi Perbankan Syariah” menyatakan
bahwa : “Secara umum transaksi dapat diartikan sebagai kejadian ekonomi/
keuangan yang melibatkan paling tidak 2 pihak (seseorang dengan seseorang atau
beberapa orang lainnya) yang saling melakukan pertukaran, melibatkan diri dalam
perserikatan usaha, pinjam meminjam atas dasar sama-sama suka ataupun atas
dasar suatu ketetapan hukum atau syariah yang berlaku.
[1] Al-Maidah (5): 1
Dalam sistem ekonomi yang paradigma Islami, transaksi
harus dilandasi oleh aturan hukum-hukum Islam (syariah) karena transaksi adalah
manifestasi amal manusia yang bernilai ibadah dihadapan Allah, yang dapat
dikategoriakn menjadi 2 yaitu transaksi halal dan haram.”
2.
Menurut Skousen (2007:71)
Dalam bukunya yang berjudul ”Pengantar Akuntansi
Keuangan” menyatakan bahwa : “Pertukaran barang dan jasa antara (baik individu,
perusahaan-perusahaan dan organisasi lain) kejadian lain yang mempunyai
pengaruh ekonomi atas bisnis.“
3.
Menurut
Indra Bastian (2007:27)
Transaksi adalah pertemuan antara dua belah pihak (
penjual dan Pembeli) yang saling menguntungkan dengan adanya data/bukti/dokumen
pendukung yang dimasukkan kedalam jurnal setelah melalui pencatatan.
4.
Menurut
Slamet Wiyono (2005:12)
Transaksi adalah suatu kejadian ekonomi atau keuangan
yang melibatkan paling tidak dua pihak( seseorang dengan seseorang atau
beberapa orang lainnya) yang saling melakukan pertukaran, melibatkan diri dalam
perserikatan usaha pinjam meminjam dan lain-lain atas dasar suka sama suka
ataupun atas dasar suatu ketetapan hokum/syariat yang berlaku.
5.
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
Persetujuan jual beli dalam perdagangan antara pihak
pembeli dan penjual.
B. Dasar Hukum pembukuan Pencatatan (Transaksi)
1.
Q.S.
AL-BAQARAH : 282
Artinya :
“Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu`amalah tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang
penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan
menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia
menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan
ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia
mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang
lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu
mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan
persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki diantaramu). Jika
tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan
dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi
mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila
mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun
besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi
Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan)
keraguanmu, (Tulislah mu`amalahmu itu), kecuali jika mu`amalah itu perdagangan
tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tak ada dosa bagi kamu, (jika)
kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan
janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang
demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan
bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu”.
a)
Kandungan
Ayat :
Ø Bila uang atau sesuatu dipinjamkan
dalam waktu tertentu, maka harus ditulis dalam dokumen tertulis
Ø Seorang penulis (sekretaris) yang
ditugaskan untuk menuliskan utang piutang, tidak boleh menolak karena Allah
telah menganugerahkan kepadanya kemampuan menulis. Dia harus menulis dengan
tepat sesuai dengan yang didiktekan
Ø Orang yang mengangkat sumpah harus
menulis
Ø Bila orang itu dalam kondisi lemah
akalnya atau lemsh kondidsinya dan tidak mampu menulis dengan baik atau karena
masih kecil atau orang asing yang tidak mengetahui bahasa setempat, maka
walinya ang harusmeneruskan dengan jujur
Ø Dua orang saksi laki-laki harus
melakukan kesaksiannya. Dua orang saksi ini hendaknya orang dewasa dan sehat
akalnya, orang yang merdeka dan harus Hrus memilki akhlak ang baik. Bila terjadi
perselisihan maka harus diputuskan berdasarkan kesaksian saksi-saksi tadi,
bukan berdasarkan kekuatan dokumen tertulis, karena dokumen tertulis hanya
bersifat sekunder atau sekedar pendukung saja
Ø Apabila dua orang sksi laki-laki
tidak ada, maka diperlukan satu orang saksi laki-aki dan dua orang saksi
perempuan. Apbila kita membandingkan hal ini dengan aturan-aturan Yahudi yang
tidak mengakui kesaksian oang perempuan, ternyata berbeda dengan pandangan
islam ang praktis tentang pengambilan saksi-saksi. [2]
Ø Semua pihak harus bertaqwa kepada
Allah dan melaksanakannya dengan jujur
Prof.
Dr. Hamka dalam tafsir Al-Azhar juz 3 tentang Surat Al-Baqarah ayat 282 ini
mengemukakan beberapa hal yang relevan
dengan akuntansi sebagai berikut:
“Perhatikanlah
tujuan ayat! Yaitu kepada sekalian orang yang beriman kepada Allah supaya utang
piutang ditulis, itulah dia yang berbuat sesuatu pekerjaan karena Allah, karena
perintah Allah dilaksanakan. Sebab itu tidaklah layak karena berbaik hati
kepada kedua belah pihak lalu berkata tidak perlu dituliskan karena kita sudah
percaya mempercayai. Padahal umur kedua belah pihak sama-sama ditangan Allah.
Sianu mati dalam berutang, tempat beruatang
menagih pada warisnya yang tinggal. Siwaris bisa mengingkari utang itu
karena tidak ada surat perjanjian”.
Beliau mengungkapkan secara jelas
betapa wajibnya memelihara tulisan. Dan perintah inilah yang selalu diabaikan
umat islam sekarang ini.
[2] Cohen’s Everyman’s
Talmud (Dent. London, hal. 326. “Saksi itu harus orang lelaki, bukan orang
perempuan atau anak kecil.” Lihat pula
Jewish Enciclopedia (Frank and wagnallet, New York0, vol. V, hal. 177.
Bahkan
yang lebih parah sudah sampai situasi
seolah-olah menulis transaksi seperti ini menunjukan kekurangan
percayaan satu sama lain pada hal ini merupakan perintah Allah SWT kepada
umatnya yang tentu harus dipatuhi.
b)
Tafsir ayat
Perintah
menulis utang piutang dipahami oleh banyak ulama sebagai anjuran, bukan
kewajiban. Memang sungguh sulit perintah itu diterapkan oleh kaum muslimin
ketika turun ayat ini jika perintah utang-piutang bersifat wajib karena
kepandaian tulis menulis pada masa itu sangatlah langka.
Perintah
tulis menulis mencakup perintah kepada kedua orang yang
bertransaksi, dalam arti salah seorang menulis dan apa yang dituliskan di
serahkan kepada mitranya jika mitra pandai tulis baca, dan bila tidak panda,
atau keduanya tidak pandai maka hendaklah mencari orang ketiga.
Dan
Allah menegaskan : dan hendaklah seorang penulis berlaku adil diantara kamu
menulis dengan adil, yakni yang benar, tidak menyalahi ketentuan allah dan
perundangan yang berlaku dalam masyarakat. Tidak merugiakan salah satu pihak
yang bermuamalah, sebgaimana dipahami dari kata adil diantara kamu. Dengan
demikian, dibutuhkan tiga criteria bagi penulis, yaitu kemampuan menulis,
pengetahuan, tentang aturan serta tatacara menulis, dan kejujuran.[3]
c)
Prinsip dasar dalam pembukuan
(pencatatan)
Adapun
prinsip dasar yang terkandung dalam Q.S. Al-Baqarah, yakni :
Ø Prinsip pertanggung jawaban
Prinsip
pertanggung jawaban (accountability) merupakan konsep yang tidak asing lagi
dikalangan masyarakat muslim. Pertanggung jawaban selalu berkaitan dengan
konsep amanah. Bagi kaum muslim, persoalan amanah merupakan hasil transaksi
manusia dengan sang khaliq mulai dari alam kandungan . manusia diciptakan oleh
Allah sebagai khalifah dimuka bumi. Manusia dibebani amanah oleh Allah untuk menjalankan
fungsi-fungsi kekhalifahannya. Inti kekhalifahan adalah menjalankan atau
menunaikan amanah.
[3] M.
Quraish Shihab. 2002. Tafsir Al-Mishbah Vol 2. Tangerang : Lentera Hati
halaman 604
Yang
intinya banyak ayat al-Quran yang menjelaskan tentang proses pertanggung
jawaban manusia sebagai pelaku amanah Allah dimuka bumi. Dan jika
diimplikasikan dalam bisnis dan akuntansi adalah bahwa individu yang terlibat
dalam praktik bisnis harus selalu melakukan pertanggung jawaban apa yang telah
diamanatkan dan diperbuat kepada pihak-pihak terkait. Wujud pertanggung
jawabannya bisaanya dalam bentuk pelaporan akuntansi.
Ø Prinsip keadilan
Jika
ditafsirkan lebih lanjut ayat 282 surat al-Baqarah mengandung prinsip keadilan
dalam melakukan transaksi. Prinsip keadilan ini tidak saja merupakan nilai yang
sangat penting dalam etika kehidupan sosial dan bisnis, tetapi juga merupakan
nilai yang secara inheren melekat dalam fitrah manusia. Hal ini berarti bahwa
manusia itu pada dasarnya memiliki kapasitas dan energy untuk berbuat adil
dalam setiap aspek kehidupannya.
Dalam
konteks akuntansi, menegaskan kata adil secara sederhana dapat berarti bahwa
setiap transaksi yang dilakukan oleh perusahaan dicatat dengan benar. Misalnya,
bila nilai transaksi adalah sebesar Rp 100 juta , maka akuntansi (perusahaan)
akan mencatatnya dengan jumlah yang sama.
Dengan
demikian, kata keadilan dalam konteks aplikasi akuntansi mengandung dua
pengertian , yaitu : pertama, adalah berkaitan dengan praktik moral, yaitu
kejujuran, yang merupakan factor yang sangat dominan. Dimana tanpa kejujuran
ini informasi yang disajikan akan menyesatkan dan sangat merugikan masyarakat.
Kedua, kata adil bersifat lebih fundamental (dan tetap berpijak pada
nilai-nilai etika atau syariah dan moral), pengertian kedua inilah yang lebih
merupakan sebagai pendorong untuk melakukan upaya-upaya dekonstruksi terhadap
bangun akuntansi modern menuju pada bangun akuntansi (alternatif) yang lebih
baik.
Ø Prinsip kebenaran
Prinsip
kebenaran ini sebenarnya tidak dapat dilepaskan dengan prinsip keadilan.
Sebagai contoh misalnya , dalam akuntansi kita akan selalu dihadapkan pada
masalah pengakuan, pengukuran dan pelaporan. Aktifitas ini akan dapat dilakukan
dengan baik apabila dilandaskan pada nilai kebenaran. Kebenaran ini akan dapat
menciptakan keadilan dalam mengakui , mengukur, dan melaporkan
transaksi-transaksi ekonomi.[4]
2. Q.S. An-Nisa : 135
[4]
Dr. Muhammad, M.Ag, Manajemen Bank Syariah,UPP STIM YKPN (Yogyakarta:
2011) hlm.329-330
Artinya
:“wahai orang-orang yang beriman jadilah kamu benar-benar penegak keadilan,
menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan
kaum kerabatmu.jika ia kaya ataupun miskin. Maka Allah lebih tahu
kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin
menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikan (kata-kata) atau
enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah maha mengetahui segala apa
yang kamu kerjakan”
a)
Kandungan Ayat
Seorang
pencatat harus memiliki karakter yang baik , jujur, adil dan dapat dipercaya.
Dan tidak boleh membedakan yang satu dengan yang lain sehingga tidak terjadi
keadilan antara keduanya. Jujur menuliskan apa yang dia seharusnya tulis. Dan
harus dapat menjaga amanah yang diberikan.
b)
Penafsiran Ayat
wahai orang-orang yang beriman jadilah
kamu benar-benar penegak keadilan yang
sebenar-benarnya, menjadi saksi karena Allah, yakni selalu merasakan
kehadiran Ilahi memperhitungkan segala langksh kamu dan menjadikannya demi
karena Allah biarpun keadilan yang kaumu tegakkan itu terhadap
diri-sendiri atau terhadap ibu bapak dan kaum kerabatmu, misalnya
terhadap anak, atau saudara dan paman kamu sendiri jika ia, yakni
pribadi yang di saksikan kaya yang oleh jadi kamu harapkan bantuannya
atau dia disegani dan diakui atau pun miskin yang bisaanya dikasihi,
sehingga menjadikan kamu bertindak tidak adil guna memberikan manfaat atau
menolak mudharat yang dapat jatuh atas mereka maka jangan sekali-kali jadikan
kondisi itu alasan untuk tidak menegakkan keadilan karena Allah lebih utama
dan lebih tabu kemaslakhatan mereka sehingga tegakkan keadilan demi karena Allah.[5]
[5]
M. Quraish Shihab. 2002. Tafsir Al-Mishbah Vol 2. Tangerang : Lentera
Hati halaman 616
C. Hadis Tentang Pembukuan Pencatatan
(Transaksi)
1. IBNUMAJAH
- 2356
حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ الْجُبَيْرِيُّ وَجَمِيلُ
بْنُ الْحَسَنِ الْعَتَكِيُّ قَالَا حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مَرْوَانَ الْعِجْلِيُّ
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ أَبِي نَضْرَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ
الْخُدْرِيِّ قَالَ
تَلَا هَذِهِ الْآيَةَ
{ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ
إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى حَتَّى بَلَغَ فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا }
فَقَالَ هَذِهِ نَسَخَتْ مَا قَبْلَهَا
(IBNUMAJAH - 2356) : Telah menceritakan kepada kami Ubaidullah
bin Yusuf Al Jubairi dan Jamil bin Al Hasan Al Atiki keduanya berkata; telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Marwan Al Ijli berkata, telah
menceritakan kepada kami Abdul Malik bin An Nadlrah dari Bapaknya dari Abu
Sa'id Al Khudri ia berkata ketika dia membaca ayat ini: ' Wahai orang-orang
yang beriman, apabila kalian berhutang piutang untuk waktu tertentu, hendaklah
kalian menuliskannya, hingga ayat: ' Akan tetapi jika sebagian kalian percaya
kepada sebagian yang lain', ia mengatakan, "Ayat ini menghapus ayat yang
sebelumnya."
2. DARIMI
- 2467
أَخْبَرَنَا أَبُو عَاصِمٍ عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ
بْنِ أَبِي يَزِيدَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ أَخْبَرَنِي أُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّمَا الرِّبَا فِي الدَّيْنِ
قَالَ عَبْد اللَّهِ مَعْنَاهُ دِرْهَمٌ بِدِرْهَمَيْنِ
(DARIMI - 2467) : Telah mengabarkan kepada kami Abu 'Ashim
dari Ibnu Juraij dari 'Ubaidullah bin Abu Yazid dari Ibnu Abbas, ia berkata;
telah mengabarkan kepadaku Usamah bin Zaid bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Sesungguhnya riba bisa terjadi dalam hutang
piutang." Abdullah berkata; "Maksudnya adalah satu dirham dengan dua
dirham."
3.
Hadis tentang penghitungan
Rasulullah
bersabda”Hitunglah diri kalian sebelum kalian dihitung (hisab) timbanglah diri
kalian sebelum kalian ditimbang. Adalah lebih ringan kalian menghitung diri
kalian sebelum besok dihitung”.
Hadis diatas mendorong manusia untuk
melakukan penghitungan yang sebenar-benarnya, dan memperbaiki apa yang telah
mereka hitung sebelum dipertanggung jawabkan di akhirat kelak. Pada hal ini
kejujuran sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil yang sebenar-benarnya dalam
penghitungan tersebut. Semua perbuatan hari ini akan dipertanggungjawabkan di
akhirat kelak. Maka perbuatan seorang akuntan harus melakukan penghitungan yang
sebenar-benarnya karena masih akan dipertanggungjawabkan kelak.
4.
Hadis tentang Kejujuran
حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَعُثْمَانُ
بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَإِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ قَالَ إِسْحَقُ أَخْبَرَنَا و قَالَ
الْآخَرَانِ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ أَبِي وَائِلٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ
قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ
الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ وَإِنَّ
الرَّجُلَ لَيَصْدُقُ حَتَّى يُكْتَبَ صِدِّيقًا وَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ
وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ حَتَّى يُكْتَبَ
كَذَّابًا
(MUSLIM - 4719) : Telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Harb dan 'Utsman bin Abu
Syaibah serta Ishaq bin Ibrahim. Ishaq berkata; Telah mengabarkan kepada kami
Sedangkan yang lainnya berkata; Telah menceritakan kepada kami Jarir dari
Manshur dari Abu Wail dari 'Abdullah dia berkata; Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya kejujuran itu akan membimbing
pada kebaikan. Dan kebaikan itu akan membimbing ke surga. Seseorang yang
senantiasa berlaku jujur maka ia akan dicatat sebagai orang yang jujur. Dan
sesungguhnya dusta itu akan mengantarkan pada kejahatan. Dan sesungguhnya
kejahatan itu akan menggiring ke neraka. Seseorang yang memelihara kedustaan,
maka ia akan dicatat sebagai pendusta."
Dalam hadits ini mengandung isyarat bahwa siapa yang
berusaha untuk jujur dalam perkataan maka akan menjadi karakternya dan
barangsiapa sengaja berdusta dan berusaha untuk dusta maka dusta menjadi
karakterya. Dengan latihan dan upaya untuk memperoleh, akan berlanjut
sifat-sifat baik dan buruk. Hadits diatas menunjukkan agungnya perkara
kejujuran dimana ujung-ujungnya akan membawa orang yang jujur ke jannah serta
menunjukan akan besarnya keburukan dusta dimana ujung-ujungnya membawa orang
yang dusta ke neraka.
Kejujuran
termasuk akhlak terpuji yang dianjurkan oleh Islam, Diantara petunjuk Islam
hendaknya perkataan orang sesuai dengan isi hatinya, Jujur merupakan sebaik-baik
sarana keselamatan di dunia dan akhirat, Seorang mukmin yang bersifat jujur
dicintai di sisi Allah Ta’ala dan di sisi manusia., Membimbing rekan lain bahwa
jujur itu jalan keselamatan di dunia dan akhirat.
5.
Hadis
tentang ketelitian
Rasulullah
saw: Perlahan-lahan itu dari Allah dan tergesa-gesa itu dari setan. . (Al
Mahâsin)
Hadis
diatas menjelaskan perlahan-lahan memiliki arti bersabar dan penuh
ketelitian dalam menjalankan sesuatu adalah bimbingan Allah. Dan
tergesa-gesa itu diartikan sebagai pengaruh nafsu setan
Seorang
akuntan diharapkan mempunyai sifat seperti diatas yaitu bersabar dan
penuh ketelitian dalam mengerjakan tugasnya dalam hal penghitungan keuangan.
D. Akuntansi Syariah
1. Pengertian Akuntanfsi Syariah
Definisi dari akuntansi adalah identifikasi
transaksi yang kemudian diikuti dengan kegiatan pencatatan, penggolongan, serta
pengikhtisaran transaksi tersebut sehingga menghasilkan laporan keuangan yang
dapat digunakan untuk pengambilan keputusan. [6]
Definisi syariah adalah
aturan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT untuk dipatuhi oleh manusia dalam
menjalani segala aktivitas hidupnya di dunia. Jadi akuntansi syariah dapat
diartikan sebagai proses akuntansi atas transaksi-transaksi yang sesuai
dengan aturan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.
Dan pengertian akuntansi syariah adalah proses akuntansi atas transaksi
yang sesuai dengan aturan yang telah diterapkan Allah SWT.
Akuntansi
syariah diperlukan untuk mendukung kegiatan yang harus dilakukan sesuai
syariah, karena tidak mungkin dapat menerapkan akuntansi yang sesuai dengan
syariah jika transaksi yang akan dicatat oleh proses akuntansi tersebut tidak
sesuai dengan syariah.
[6] Sri Nurhayati, 2011. “Akuntansi Syariah di Indonesia”, Jakarta:
Salemba Empat,. Jld
1.hlm
Untuk lebih mudah
memahami akuntansi syariah,dibutuhkan pemahaman yang benar mengenai islam
berikut subtansi kehidupan manusia di dunia menurut islam serta
ruanglingkup atau dasar-dasar islam, yaitu: akidah, syariah, dan akhlak. [7]
Dasar hukum dalam Akuntansi Syariah bersumber dari Al
Quran, Sunah Nabawiyyah, Ijma (kesepakatan para ulama), Qiyas (persamaan suatu
peristiwa tertentu), dan ‘Uruf (adat kebiasaan) yang tidak bertentangan dengan
Syariah Islam. Kaidah-kaidah Akuntansi dalam Islam, memiliki karakteristik khusus
yang membedakan dari kaidah Akuntansi Konvensional. Kaidah-kaidah Akuntansi
Syariah sesuai dengan norma-norma masyarakat islami, dan termasuk disiplin ilmu
sosial yang berfungsi sebagai pelayan masyarakat pada tempat penerapan
Akuntansi tersebut. [8]
1. Dasar Hukum Akuntansi Syariah yang Berdasarkan Ayat Al-Quran
Eksistensi akuntansi dalam islam kaitannya dengan prinsip bermuamalah
temasuk didalamnya yang berkaitan dengan jual beli, utang piutang, dan sewa
menyewa. Dengan ini dapat disimpulkan bahwa
telah adanya perintah melakukan sistem pencatatan yang tekanan utamanya adalah
untuk tujuan kebenaran, kepastian, keterbukaan, dan keadilan antara kedua pihak
yang memiliki hubungan muamalah.
[7] Husein Syahatah, , 2001,pokok-pokok pikiran Akuntansi Islam, Cet
1,Jakarta : Media Eka Sarana hlm
20-29
[8]
Husein Syahatah, , 2001,pokok-pokok pikiran Akuntansi
Islam, Cet 1,Jakarta : Media Eka Sarana hlm
20-29
Dalam bahasa
akuntansi lebih dikenal dengan accountability. [9]
2. Undang-
Undang tentang Akuntansi syariah
Undang-Undang akuntansi menurut konsep Islam ialah suatu kerangka umum yang
terdiri atas sekumpulan perangkat atau unsur- unusr yang saling berkait dan
saling berinteraksi, yang didasarkan pada kumpulan kaidah-kaidah yang telah
diistinbathkan dari sumber-sumber fiqh islam.
Undang-undang akuntansi pada masa awal negara Islam terbagi pada tiga
kelompok berikut:
Ø Kumpulan
undang-undang untuk unit-unit ekonomi, seperti undang-undang akuntansi
perdagangan perorangan dan undang-undang akuntansi untuk serikat-serikat islam
dan perusahan-perushaan sejenis
Ø Kumpulan
undang-undang pada lembaga-lembaga sosial,, seperti undang- undang akuntansi
wakaf, undang-undang akuntansi istana negara, undang- undang akuntansi
organisasi sosial, undang – undang akuntansi warisan, undang-undang akuntansi
tempat-tempat ibadah,lain-lain.
Ø Kumpulan
undang-undang untuk unit-unit pemerintah, seperti undang-undang akuntansi zakat, pajak dan upeti, baitulmal, dan kantor militer.
Undang- Undang perbankan syraiah
di Indonesia yaitu UU No 7 tahun 1992 tentang perbankan dan dijabarkan dalam PP
No 72 tahun 1992,
[9] Husein Syahatah, , 2001, pokok-pokok pikiran Akuntansi Islam, hlm 11
pemerintah telah memberikan
kesempatan untuk pelaksanaan bank syariah. Pada Tahun 1998 dikeluarkan UU no 10
tahun 1998 yang memberikan landasan hukum lebih kuat untuk perbankan syariah.
Melalui No 23 tahun 1999 pemerintah memberikan kewenangan kepada Bank Indonesia
untuk menjalankan tugasnya berdasarkan prinsip syariah. [10]
Pertengahan bulan juni 2008 DPR
RI baru saja mengesahkan dua undang-undang penting yaitu: UU surat berharga
syariah Nasional (SBSN) Tahun 2008 dan UU perbankan syariah tahun 2008. Dengan
dua undang-undang ini Indonesia dapat mengambil peran dalam perkembangan
ekonomi dan keuangan syariah sekaligus menjadi pusat ekonomi dan keuangan
syariah Internasional (Internacional Economic and Finace Hub) yang penting di
Asia. [11]
[10]Sri Nurhayati, 2011. “Akuntansi Syariah di Indonesia”, Jakarta:
Salemba Empat,. jld.hlm 3
[11]
Sri
Nurhayati,
2011.
“Akuntansi Syariah di Indonesia”, .hlm 6
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perintah menulis utang piutang
dipahami oleh banyak ulama sebagai anjuran, bukan kewajiban. Memang
sungguh sulit perintah itu diterapkan oleh kaum muslimin ketika turun Q.S Al-Baqarah ayat 282 jika perintah
utang-piutang bersifat wajib karena kepandaian tulis menulis pada masa itu
sangatlah langka. Akan tetapi pencatan transaksi
sudah ada sejak zaman Rasulullah SAW, seperti disebutkan dalam Q.S Al-Baqarah
ayat 282. Pencatatan sangat diperlukan dalam sistem jual beli secara kredit
(Hutang Piutang). Dengan ini dapat disimpulkan bahwa telah adanya
perintah melakukan sistem pencatatan yang tekanan utamanya adalah
untuk tujuan kebenaran, kepastian, keterbukaan, dan keadilan antara kedua pihak
yang memiliki hubungan muamalah.
Pembukuan
adalah pencatatan transaksi keuangan. Pembukuan biasanya dilakukan oleh seorang
ahli pembukuan. Pembukuan berbeda dengan akuntansi.
Proses akuntansi biasanya dilakukan oleh seorang akuntan.
Akuntan membuat laporan dari transaksi keuangan tercatat yang ditulis oleh ahli
pembukuan. Terdapat beberapa metode umum pembukuan, semisal sistem
pembukuan masukan-tunggal dan pembukuan berpasangan,
kedua-dua sistem ini dapat dilihat sebagai pembukuan "nyata". Setiap
proses yang melibatkan pencatatan transaksi keuangan adalah proses pembukuan.
Kata arab untuk
kontrak atau perjanjian adalah al-’aqad yang
secara Harfiah adalah ikatan atau kewajiban. Yang dimaksudkan oleh kata ini
adalah “mengadakan ikatan untuk persetujuan”. Pada saat dua kelompok mengadakan
perjanjian, disebut al-‘aqad yakni
ikatan untuk memberi dan menerima bersama-sama dalam satu waktu. Kewajiban yang
timbul akibat perjanjian itu disebut al-uqud.
Kita bertanya melalui petunjuk Al-Qur’an untuk memnuhi semua kewajiban kita. “Wahai orang-orang beriman penuhilah
perjanjia-perjanjian.”
B. Saran
Demikianlah
isi dari makalah kami, yang menurut kami
telah kami susun secara sistematis agar pembaca mudah untuk memahaminya.
Bagi pembaca, kami sangat berharap adanya kritik dan saran yang sifatnya
membangun agar kami dapat memperbaiki makalah kami yang berikutnya.
SILAHKAN DIBACA TAPI TOLONG TINGGALKAN JEJAK ANDA!!!
COMENT PLISS, GOMAWO ^^
5 Comments for "HADIS YANG BERHUBUNGAN TENTANG PEMBUKUAN PENCATATAN (TRANSAKSI)"
Makalah yang bagus, semoga bermanfaat untuk menambah informasi. izin copas ya. Syukron...
Aamiin, silahkan. Afwan.
bagus
menambah wawasan saya..
Makalahnya bagus. Izin kami gunakan sebagai pengayaan materi dalam kajian kami. Syukron, jazakallah khair